2 "Welcome To Bojonegoro Matoh"
.....:::::Di blog Fauns semua website dan blog yang pernah saya buat ada disini silahkan untuk berkunjung kalau temen-temen sempat Fauns terima kasih::::....

Kang Yoto, Bojonegoro Di Perbincangkan Dalam Forum Internasional


Sungguh diluar dugaan saya, di forum international, global communty forum, yang diikuti 600an peserta dari seluruh penjuru dunia, pengalaman bojonegoro membangun pemerintahan yang efektif dan bersih menjadi perbincangan. Pada hari pertama kasus bojonegoro diperbincangan dalam forum kecil, yang saya sendiri memilih tidak ikut di dalamnya. Saya sendiri memilih ikut di topik education and sustainabity. Sedang di topik goverment reform dari Indonesia diwakili Frans Ade Nugraha,  pimpinan  UID Indonesia dan Rahimah Abdurrahim, direktur eksekutif Habibie Centre. Kebetulan keduanya pernah berkunjung ke Bojonegoro dan mengikuti perkembangannya.  Saat mengikuti program Ideas Indonesia kerja sama dengan MIT USA, saya mengajukan bojonegoro sebagai prototyping pengembangan pemerintahan yang sehat, bersih dan efektif dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.

Meskipun Saya sendiri sejak awal mengikuti program ideas MIT selain ingin meningkatkan kapasitas diri, sesungguhnya juga ingin menginternasionalkan bojonegoro dan merangkul potensi di luar bojonegoro. Tentu dalam rangka mempercepat kemampuan pembangunan masyarakat dan pemerintahan. Namun sungguh di saat hari kedua saya diminta menjadi pembicara di forum itu saya kaget. Awalnya saya mengira hanya di forum kecil, ternyata justru di forum yang paripurna dimana seluruh perserta mengikutinya. Bisa dibayangkan, perserta forum merepresentasikan  masyarakat dunia, ada pebisnis, akademisi, lsm, perbankan, profesional, termasuk PBB dan Bank Dunia. Hanya beberapa orang yang dari politisi, kalau tidak salah hanya ada tiga orang. Salah satunya saya. Pesertanya dibagi dua kelompok, yang datang langsung sekitar 300an orang dan yang mengikuti lewat web dan siaran langsung via internet, 300an yang aktif, selebihnya yang mengikuti secara lepas tidak lagi terhitung. Ada tiga sesi di forum paripurna, pertama topik Resillient 9ommunities: Bronx development projek, icl. Menampilkan Gregor Barnum dan Jefrey Hollender, dipandu Dayna Cunningham. Topik ini mengemuakan bagaimana pengalaman membangun kelompok marginal di New York, daalam mempertahan diri dan keunggulan. Topik soal Sustainable FoodLab and FishLab. Topik ini menyangkut, energy dan lingkungan, bagaimana membaangun keberlanjutan lewat pangan. Pembicaranya Hal Hamilton dan beberapa orang, dipandu Peter Senge, pakar managemen kelas dunia, yang sering disebut Hermawan Kertajaya. Sesi ketiga topiknya, Reinventing Goverment in Indonesia: leaders of tri sector innovation in Indonesia. Yaitu bagaimana demokrasi memberi peluang membangun pemerintahan dan civil society. Di sesi inilah,  saya ikut berbicara, dipimpin oleh Frans Adi Nugraha, pembicaranya, selain saya sendiri sebagai pemimpin Òlokal goverment,  Rerie Lestari Moerdijat mewakili stake holder dan Ramimah Abdurrahim mewakili pengamat. Satu lagi Nicanor Perlas,, peraih penghargaan setingkat nobel, dari philipina yang bertugas merefleksikan pengalaman ini dan menghubungkan dengan konteks trend global. Sejujurnya saya juga agak grogi, inilah pengalaman pertama saya berbicara di forum international, dihadapan kelompok kelompok strategis, ada beban di hati saya, kalau berhasil pasti nama bojonegoro ngetop dan peluang akan berdatangan mengikutinya. Sebagai sarjana bahasa arab, tentu saya juga ada beban karena harus berbicara dalam bahasa ingris, saya khawatir audience tidak mengerti atau saya kehabisan kata kata. Akhirnya datang juga waktu saya harus tampil di forum.

Frans menjelaskan perubahan politik Indonesia sejak sebelum reformasi, sesaat dan perkembangan sekarang. Dijelaskan pula salah satu buah reformasi adalah demokrasi dan desentralisasi. Apakah kesempatan ini dapat digunakan dengan baik oleh para politisi, masyarakat dan pebisnis? Apakah semangat demokrasi dan otonomi berpeluangan meningkatkan pemerintahan yang baik? Sementara Rerie l. Moerdijat mewakili pengusaha mengisahkan  pengalamannya berhubungan dengan beberapa pemerintah daerah sebelum, saat reformasi dan kini. Bagaimana perilaku pemimpin dan birokratnya dalam memberikan layanan publik, apakah perilakunya  sehat, efektif dan tidak korup? Saya sendiri kebagian menjelaskan bagaimana peluang demokrasi, proses memperoleh kepercayaan, membangun kepercayaan publik, bagaimana menggunakan kepercayaan dalam membangun pemerintahan yang efektif dan bersih, bagaimana memerankan pemerintahan dalam mensinergikan berbagai kepentingan stake holder. Para peserta pada umumnya mungkin mengira bahwa demokrasi tidak mungkin bisa berjalan baik dan mendatangkan pemerintahan yang baik bila suasana masyarakatnya miskin. Saya berusaha  menjelaskan proses bagaimana meraih kepercayaan masyarakat, saya yakinkan bahwa uang bukan segala galanya. Intinya adalah bagaimana mendengarkan hati, pikiran dan keinginan public, kita mesti meninggalkan diri kita dan berusaha masuk dalam diri, pikiran dan perasaan orang lain. Selanjutnya bagaimana kepercayaan pada diri pemimpin ditransformasikan menjadi kepercayaan pada pemerintahan atau lembaga. Saya berusaha menjelaskan pengalaman menjaga dan membangun hubungan dengan publik, lewat komunikasi langsung, baik lewat dialog publik (bukan debat publik yang saling mempertahankan) setiap jumat, lewat membuka akses nomor telpun pribadi kepada publik, email maupun tatap muka langsung. Bahwa apa yang menjadi keinginan publik juga harus menjadi keinginan pemerintah dan tercermin dalam setiap kebijakan dan kegiatan yang dilakukan. Kekurangan dan keterbatasan akan lebih baik dikomunikasikan sehingga menjadi pengetahuan bersama dan solusinya didapat dari proses saling memberi masukan. Tidak ada yang sempurna dan memuaskan semua pihak, tapi keinginan kuat memperkuat hubungan pemerintah, masyarakat dan pengusaha akan memperkuat upaya menyelesaikan masalah dan mengejar mimpi bersama. Terakhir saya juga menyampaikan bahwa menjadi pejabat itu hanya sementara, karena itulah sejak awal kita harus mempersiapkan sesuatu yang menjadi pondasi berjangka panjang. Saya memilih komitmen mendorong terwujudnya desa mandiri dan berkelanjutan sebagai basis pembangunan masyarakat dan ikut terlibat dalam pembangunan karater (character building)masyarakat yang kelak diharapkan  menjadi pondasi  terwujudnya modal sosial. Saya meyakinkan bahwa masalah yang dihadapi negara berkembang dalam memanfaatkan demokrasi bukan soal kemiskinan ekonomi, namun yang jauh lebih berbahaya adalah kemiskinan sosial, karena itulah harus dibangun modal sosial. Agak susah membangun demokrasi sementara mentalitas sosialnya peminta, iri, dengki,  tertutup terhadap semuan kemungkinan yang baik, mengandalkan ngrasani dalam memperoleh informasi dan kebenaran. Karena itu tidak ada pilihan kecuali harus membangun karakter lewat pendidikan. Untuk  inilah bojojnegoro memilih menggelorakan semangat kejujuran dalam pendidikan, bersama seluruh guru mencoba melibatkan pendidikan dengan problem dan usaha nyata yang dilakukan masyarakat lewat desa mitra, khusus untuk desa persiapan oleh tim dan uji coba materi sudah dilakukan dan lounching akan segera dilakukan. Saya juga menceritakan pembangunan karakter lewat pengenalan mentalitas negatif, penguatan mentalitas positif dan memerilahanya lewat pendekatan ritual. Saya tidak bisa menjelaskan JSA (jalan sukses alfatekhah) karena di forum itu hanya hitungan jari yang muslim.

Setelah saya menyampaikan materi, Rahimah mencoba menggambarkan bagaimana model demokrasi di kab kot lainnya di Indonesia, dan kemudian Nicotar memberikan ulasan atas apa yang  terjadi di bojonegoro dan kab kota lainnya di Indonesia dengan trend global bagaimana manusia membangun kekuatan dirinya, pemerintah dalam mewujudkan tatanan dan kehidupan yang lebih baik. Namun sebelum Nicotar berbicara, Rerie kembali diminta Frans untuk menjelaskan apakah ada perubahan layanan publik dan kualitas pemerintahan. Rerie mengemukan trend positif, tak lupa menjelaskan bahwa dengan kesungguhan bersama, Bojonegoro kini kinerja pemerintahannya diumumkan Mendagri sebagai  berkinerja tertinggi kedua secara nasional.

Sungguh diluar dugaan, usai saya memberikan paparan dan setelah sesi selesai, peserta memberikan standing applaus. Berbagai tokoh dari berbagai dunia memberikan apresiasi. Seorang aktifias sosial dari Bolivia, mengatakan kepada saya ingin mengkloning pengalaman Indonesia, khususnya Bojonegoro. Beberapa di antaranya mengatakan akan datang, termasuk yang dari Jepang, Belanda, Brazil, dan USA. Prof Otto Scharmer, pendiri Presencing Institut, yang menggagas dan memberi ruh semua kegiatan ini, memeluk saya dari belakang sambil mengatakan “brillian”. Menjelang penutupan, pencetus teory U, yang saat ini banyak diikuti, dikaji, dan diimplementasikan di berbagai institusi, bisnis, sosial, pendidikan, kesehatan dan pemerintahan menyatakan perlunya pengalaman Bojonegoro ditulis. Ia juga ingin untuk suatu saat berkunjung ke bojonegoro dan menulisnya. Mendadak saya menjadi selebretis, setiap ketemu disapa, di kamar  kecil, di lift, di ruang makan banyak yang menyapa dan memberi apresiasi.  Saya sadar tentu bukan hanya kepada saya, tapi juga kepada team Indonesia. Teman teman team Indonesia, merasa lebih percaya diri dan bangga sebagai bangsa atas apresiasi ini. Selain kepada bojonegoro, juga berterimakasih kepada ibu Felia Salim, vice presiden BNI yang dalam kesempatan diskusi kelompok diberi kehormatan menyampaikan pengalaman mentransformasi perusahan perbankkan milik negara, yang ternyata lebih baik pasca reformasi.

Bagi saya, apresiasi itu tentu bermakna, modal buat Bojonegoro berkomunikasi dengan dunia luar. Tidak terlalu penting apakah mereka akan benar benar datang ke bojonegoro atau tidak.  namun yang jauh lebih penting adalah kesadaran bahwa kita akan diperhitungkan dan dihargai oleh pihak lain, segalanya tergantung kita sendiri, usaha kita sendiri. Masa depan Bojonegoro, terwujudnya mimpi indah, nan jaya, sejahtera, hijau indah asri, semua terpulang kepada kita sendiri. Saya sendiri juga tidak tahu pasti, apa yang akan terjadi pada bojonegoro, dalam lima, sepuluh, duapuluh lima tahun atau berapa tahun lagi. Namun yang saya tahu pasti bahwa masa depan yang lebih baik itu tidak akan pernah datang dengan sendirinya. Kita harus mengusahakannya menjadi nyata dengan segala usaha bersama atau sendiri menghadapi kekurangan dan keterbatasan. Seharusnya kita bisa! (Kang yoto, 27 okt 2011′ ditulis dalam perjalanan pulang dari boston, new york dan transit di abu dhabi)



Artikel Terkait:




Sebarkan Artikel ini :

Digg Google Bookmarks reddit StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Development 2010 By Fauns